Lompat ke isi utama

Berita

Gelar Webinar, Bawaslu Kota Depok Konsisten Dorong Pengawasan Partisipatif

Depok (31/8/2021) ­­­­­- Bawaslu Kota Depok menyelenggarakan Webinar Strategi dan Tantangan Meningkatkan Pengawasan Partisipatif Menuju Pemilihan Umum Tahun 2024. Webinar ini diperuntukan bagi seluruh masyarakat yang ingin mengetahui informasi lebih mendalam mengenai pengawasan partisipatif. Bawaslu Kota Depok menghadirkan narasumber yang sangat mumpuni dibidangnya, yaitu H. Yusuf Kurnia, S.IP., S.H selaku Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Titik Nurhayati, M.Hum., M.H selaku Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, serta Neni Nur Hayati selaku Direktur DEEP Indonesia. Webinar ini berhasil mengumpulkan peserta dari berbagai kota yang tersebar di Indonesia dan berjumlah 104 orang.

Dede Selamet Permana, S.Si selaku Anggota Bawaslu Kota Depok mengatakan bahwa terselenggaranya webinar ini karena melihat adanya animo yang tinggi dari masyarakat mengenai pengawasan partisipatif, terlebih kita akan menghadapi Pemilu 2024 mendatang.

“Signifikansi dari keberadaan lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang adalah memastikan bahwa parameter Pemilu yang demokratis baik dalam proses maupun hasil, serta asas-asas Pemilu yang ada dapat berjalan dengan baik. Tugas pencegahan dalam pengawasan Pemilu identik dengan pelibatan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), serta masyarakat sipil”, ujarnya.

Pengawas partisipatif menjadi target dan sasaran Bawaslu Kota Depok untuk mensukseskan tugas pengawasan serta pencegahan pelanggaran yang terjadi di lapangan. Pelibatan ini menjadi bagian dari strategi Bawaslu Kota Depok agar tercipta kesadaran kolektif bahwa suksesnya penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah dapat terwujud berkat dukungan berbagai pihak.

Yusuf menegaskan, dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemilihan, jumlah sumber daya pengawas pemilihan yang ada saat ini masih kurang dari yang diharapkan. Terlebih jika dikaitkan dengan objek pengawasan pemilihan, maka sumber daya pengawas pemilihan tidak seimbang dengan jumlah objek yang diawasi. Perlu ada strategi untuk dapat meng-cover seluruh objek pengawasan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

“Di tengah kuatnya kelembagaan Bawaslu, masih ditemukan kontestasi Pemilu yang tidak fair dan oknum ini semakin kreatif dalam melakukan kecurangan. Menilik hal tersebut, tentu Bawaslu membutuhkan konsolidasi semua elemen masyarakat dalam mengawasi Pemilu. Karena itu, Bawaslu memiliki tugas untuk terus mengembangkan pengawasan partisipatif dengan cara mengadvokasi masyarakat agar tahu larangan-larangan dalam pemilu & pemilihan, mencegah terjadinya pelanggaran, serta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi mengawasi Pemilu atau Pemilihan”, tambahnya.

Ditambahkan oleh Titik selaku Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, bahwa tugas untuk meningkatkan partisipatif masyarakat bukan hanya jadi kewajiban Bawaslu. Seluruh lembaga harus berkolaborasi mendorong pelibatan masyarakat diseluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan serta mendorong publik agar memiliki “will” untuk melaporkan segala pelanggaran yang mereka ketahui. Partsipasi masyarakat ini dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang pemilu, dan penghitungan cepat hasil pemilu.

“Bentuk partisipasi masyarakat juga harus kita arahkan agar mereka tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu, bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas, serta mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar”, imbuhnya.

Dalam mewujudkan pelibatan semua pihak masih banyak tantangan untuk mengurai problem prosedural dan substansial dalam Pemilu itu sendiri. Neni selaku Direktur DEEP Indonesia menjelaskan ada uneven playing field dalam kompetisi pemilu (antara partai besar vs partai kecil; antara partai lama vs partai baru;  antara politisi laki-laki vs politisi perempuan. Sehingga partai kecil dan kelompok-kelompok marginal sulit untuk berkembang karena telah dikuasai oleh partai besar dan kelompok oligarki.Selain itu, dari sisi penyelenggaraan hasil pemilu belum menghasilkan komposisi politik yang memperkuat sistem presidensial. Masih ada hambatan menyoal unnecessary provisions yakni urgensi dan efektifitas presidential threshold ditengah pragmatisme partai dalam pembentukan koalisi.

“Untuk menjawab tantangan dalam meningkatkan pengawasan partisipatif, ada beberapa rekomendasi diantaranya mendorong keterbukaan informasi badan publik penyelenggara pemilu, mendorong Revisi UU Pemilu (bila tidak dilakukan), maka mendorong perbaikan kebijakan dari aktor-aktor kepemiluan, melakukan terobosan hukum dan teknis kepemiluan, tidak melakukan pergantian penyelenggaraan pemilu di tengah tahapan, mendorong badan publik penyelenggara pemilu terhadap inklusifitas pemilihan, mendorong penegakan hukum yang adil dan setara, mendorong civil society untuk bersinergi dan ikut melakukan sosialisasi di tingkat grass root, serta menciptakan sistem pemilu proporsional terbuka membutuhkan lebih banyak pendidikan pemilih dan pelatihan tempat pemungutan suara agar berfungsi dengan baik merupakan sebuah kegiatan/gerakan pengawalan pemilu oleh masyarakat di seluruh Indonesia atau dapat diartikan sebagai gerakan moral menjadi gerakan sosial di masyarakat dalam mengawal pemilu/pemilihan,” tutupnya.

Bawaslu Kota Depok sangat berterima kasih atas seluruh atensi yang diberikan oleh seluruh peserta dan narasumber dalam webinar ini. Bawaslu Kota Depok akan terus memberikan sosialiasi mengenai pemilu, demokrasi, dan pengawasan partisipatif lewat diskusi-diskusi lainnya.

Tag
Berita
Divisi Hukum Data Dan Informasi