Lompat ke isi utama

Berita

Revisi UU Pemilu Masuk Prolegnas 2026, Dede Yusuf Ingatkan Peran Strategis Bawaslu

dede

Dede Yusuf memberikan informasi bahwa revisi UU Pemilu sudah pasti masuk prolegnas 2026

Depok - Pasca Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, Bawaslu Kota Depok terus memberikan pemahaman demokrasi dan kondisi politik saat ini sekaligus mengevaluasi pelaksanaannya melalui Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu di Bawaslu Kota Depok, Kamis (18/09/2025).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf yang sejatinya hadir secara langsung di Depok, namun gagal karena harus menerima delegasi dari Republik Rakyat Cina. Ia menyampaikan sejumlah hal penting terkait dinamika regulasi kepemiluan, peran Bawaslu, serta tantangan pengawasan di daerah.

Mengawali pemaparannya melalui zoom, Dede Yusuf menceritakan pengalamannya saat menerima delegasi dari Republik Cina yang membahas kerja sama antar parlemen. Salah satu hal yang menarik perhatiannya adalah sistem politik di negara tersebut yang memiliki ribuan anggota parlemen dan terbagi dalam berbagai komisi. Dari pengalaman itu, ia menekankan pentingnya belajar dari praktik demokrasi negara lain untuk memperkuat sistem pemilu di Indonesia.

Ia kemudian memberikan update mengenai rencana revisi Undang-Undang Pemilu pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135. Menurutnya, revisi tersebut sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2026. Jika tidak terlaksana pada 2025, maka putusan MK bisa kembali memengaruhi tahapan penyelenggaraan pemilu. Beberapa opsi yang sedang dikaji adalah kodifikasi undang-undang dengan membagi pemilu menjadi dua, yakni pemilu nasional dan pemilu daerah. Perubahan ini diperkirakan akan berdampak pada panjangnya masa tahapan, yang bisa mencapai 36 hingga 40 bulan, lebih lama dibandingkan praktik sebelumnya.

Dede Yusuf menegaskan, Bawaslu memiliki peran yang sangat strategis dalam menjaga fungsi check and balances terhadap KPU. Ia menyinggung salah satu kasus yang sempat menimbulkan polemik, ketika KPU mengeluarkan aturan terkait akses pasangan capres-cawapres yang akhirnya dibatalkan. Hal ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa fungsi pengawasan Bawaslu harus berjalan kuat dan independen.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa banyak sengketa pemilu dan pilkada yang sampai ke Mahkamah Konstitusi terjadi akibat kelemahan penyelenggara dalam menyusun laporan atau memverifikasi persyaratan calon. Untuk itu, Bawaslu didorong agar terus memperkuat kelembagaan, meningkatkan profesionalitas, dan memperluas pengawasan, tidak hanya pada saat tahapan pemilu, tetapi juga di luar tahapan melalui kegiatan sosialisasi dan penguatan kapasitas.

Ia juga menyoroti kondisi sumber daya manusia pengawas pemilu di daerah yang masih terbatas. Sering kali satu orang pengawas harus menangani 10 hingga 40 desa atau kelurahan, sehingga banyak laporan masyarakat tidak dapat ditangani dengan maksimal. Dalam konteks ini, ia berharap Bawaslu dapat menjalin kerja sama lebih erat dengan organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, perguruan tinggi, dan kelompok masyarakat sipil untuk memperluas jaringan pengawasan partisipatif.

Depok sendiri, menurut Dede Yusuf, termasuk dalam daerah dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang cukup signifikan. Karena itu, pengawasan di Kota Depok perlu lebih diperkuat dengan dukungan seluruh stakeholder agar potensi kerawanan bisa diminimalisir.

Menutup paparannya, ia menyampaikan komitmen Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu untuk memperbanyak kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam rangka penguatan kelembagaan dan pengawasan partisipatif. Dengan cara ini, diharapkan fungsi Bawaslu dapat semakin optimal dalam mengawal demokrasi yang jujur, adil, dan berintegritas.

Penulis dan Foto : M. Yudha Aldino

Editor : Azis Nur Fadillah

Tag
Penguatan Kelembagaan Bawaslu Depok
Dede Yusuf
Revisi UU Pemilu