Lompat ke isi utama

Berita

Refleksi dan Proyeksi Penanganan Pelanggaran Menuju Pemilihan Umum Tahun 2024

Depok (16/9/21), Badan Pengawas Pemilu Kota Depok – Masih dalam suasana peringatan demokrasi internasional, Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Depok menyelenggarakan kegiatan diskusi melalui live Instagram. Live instagram serial kedua ini mengangkat tema "Refleksi dan Proyeksi Penanganan Pelanggaran Menuju Pemilihan Umum Tahun 2024" dengan narasumber mumpuni yang dihadirkan yaitu Sutarno, S.H (Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat) serta pengantar diskusi Willi Sumarlin, S.H (Anggota Bawaslu Kota Depok).

Pada kesempatan ini, Bawaslu Kota Depok membahas perjalanan penanganan pelanggaran selama Pilkada 2020 lalu dan proyeksinya menuju pemilihan umum tahun 2024 mendatang. Selain itu, kami juga menyoroti partisipasi masyarakat yang mulai berani melaporkan dugaan pelanggaran. Dalam pelaksanaan Pilkada 2020 lalu kita bisa mengatakan bahwa Pilkada yang terlaksana di delapan kabupaten/kota di Jawa Barat sukses tanpa ekses.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jabar, Sutarno, S.H mengatakan, meski pada Pilkada 2020 lalu muncul kekhawatiran akan minimnya partisipasi masyarakat, namun ternyata cukup banyak pihak yang berani melaporkan dugaan pelanggaran.

“Data Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Jawa Barat menunjukan angka 288 pelanggaran terjadi sepanjang hajat pemilihan kepala daerah 2020 lalu. Dari angka tersebut,168 diantaranya merupakan temuan hasil pengawasan. Pelanggaran itu terbagi ke dalam 68 administrasi, 24 kode etik, 13 tindak pidana, dan 75 pelanggaran hukum lainnya seperti terlibatnya seorang birokrat,” ujar Sutarno.

Jika kita proyeksikan bagiamana tantangan penanganan pelanggaran menuju pemilihan umum tahun 2024, maka desain sistem penegakkan hukum pemilu dan pemilihan menjadi salah satu isu krusial yang hadir. Hal ini mengingat sistem penegakan hukum pemilu dan pemilihan hingga saat ini masih sangat rumit, berlapis-lapis dan terkesan saling mengunci sehingga sering menghasilkan bottleneck. Belum lagi dengan dominasi pendekatan sanksi pidana, dimana sanksi pidana yang pada dasarnya merupakan ultimum remidium justru terlihat diposisikan sebagai alat utama untuk mengancam pihak-pihak yang melanggar dalam penyelenggaraan pemilu.

Anggota Bawaslu Kota Depok, Willi Sumarlin, S.H menambahkan bahwa situasi pandemi ini belum bisa dipastikan kapan akan berakhir. Sementara tugas-tugas sosialisasi mengenai penanganan pelanggaran oleh Bawaslu masih terus berjalan. Ini menjadi tugas yang menantang bagi seluruh jajaran Bawaslu Kab/Kota maupun Bawaslu Provinsi Jawa Barat.

“Kami akan berusaha memaksimalkan teknologi informasi sebagai wadah penyebaran informasi dan sosialisasi. Kami juga berharap akan ada peningkatan kapasitas SDM penanganan pelanggaran, serta penyempurnaan peraturan teknis penanganan pelanggaran”, ucapnya.

Ia pun berharap agar seluruh jajaran Bawaslu Kota Depok baik dalam hal pengawasan, pencegahan, penanganan pelanggaran, investigasi, dan aspek lain yang menunjang kapasitas sebagai pengawas pemilu tetap produktif dan solid.

Tag
Berita
Divisi Sengketa