PR Bawaslu dalam SDM Pengawas Pemilu, Ini Kata Para Pakar Pemilu
|
Depok – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) untuk mengevaluasi dan menyusun strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pengawas pemilu di Artivator, Kota Depok, Rabu (10/09/2025). Diskusi ini menghadirkan beberapa pakar yang menyoroti berbagai aspek, mulai dari tantangan digitalisasi hingga penguatan kelembagaan dan tata kelola pengawas ad hoc.
Sorotan terhadap Demokrasi dan Tantangan Digitalisasi
Dalam materinya, Peneliti Senior JPPR, Nurlia Dian Paramita, menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia yang menurut Economist Intelligence Unit (EIU) 2023 masih berada di kategori "flawed democracy" dengan skor 6,53. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek elektoral dalam penyelenggaraan pemilu masih perlu ditingkatkan. Salah satu evaluasi utama yang dibahas adalah kinerja aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu) pada Pemilu 2024.
Siwaslu dinilai menghadapi kendala dalam menyajikan data secara real-time dan rekapitulasi nasional. Anggota pengawas di lapangan juga seringkali kesulitan mengoperasikan aplikasi karena kendala sinyal yang buruk. Untuk menghadapi Pemilu 2029, Bawaslu didorong untuk mendorong revisi Undang-Undang Pemilu guna memasukkan kerangka hukum yang kuat terkait digitalisasi pengawasan. Selain itu, Nurlia menekankan pentingnya edukasi digital kepada pemilih untuk melawan penyebaran berita hoaks dan deepfake.
Penguatan Kelembagaan dan Penegakan Hukum
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Aqidatul Izza Zain, memaparkan hasil kajian yang menunjukkan adanya pelemahan pada otonomi dan kapasitas Bawaslu. Penilaian terhadap kompetensi, integritas, dan independensi pengawas pemilu masih didominasi kategori rendah dan sangat rendah. Kajian ini juga mencatat lonjakan signifikan dalam pengaduan pelanggaran etik yang diterima DKPP, dari 89 pengaduan pada tahun 2022 menjadi 299 pada tahun 2023.
Aqidatul Izza Zain juga menyoroti kelemahan penegakan hukum pemilu di Indonesia yang tidak optimal. Berbeda dengan negara lain seperti Korea Selatan atau Meksiko yang memiliki sanksi tegas, di Indonesia sanksi administratif dan pidana seringkali tidak efektif. Rekomendasi yang diajukan adalah memperkuat kewenangan Bawaslu, menjadikan rekomendasinya sebagai keputusan yang mengikat bagi KPU.
Strategi Pengembangan SDM dan Tata Kelola Pengawas Ad Hoc
Dr. Didik Suhariyanto dari Universitas Bung Karno mempresentasikan strategi penguatan SDM Bawaslu, yang bertujuan meningkatkan kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan para pengawas. Strategi ini sejalan dengan Rencana Strategis Bawaslu 2020-2024, yang mencakup misi peningkatan kualitas pencegahan, penindakan pelanggaran, dan penguatan kelembagaan berbasis teknologi informasi.
Sementara itu, Aditya Perdana dari FISIP Universitas Indonesia memaparkan hasil survei mengenai tata kelola pengawas ad hoc. Survei terhadap 1.016 responden pada akhir 2024 menemukan komposisi gender yang timpang dengan 76% pengawas laki-laki. Selain itu, pengawas ad hoc menghadapi kendala geografis, jaringan, dan aplikasi, serta keterbatasan SDM dan waktu.
Untuk perbaikan ke depan, diusulkan beberapa kebijakan:
- Penerapan standar rekrutmen berbasis kompetensi dan afirmasi kuota minimal 30% untuk perempuan.
- Penyediaan paket dukungan minimum seperti data dan transportasi.
- Penguatan arsitektur aplikasi pengawasan dengan pendekatan 'offline-first' untuk mengatasi kendala jaringan.
Secara keseluruhan, diskusi ini menegaskan bahwa perbaikan SDM Bawaslu harus menjadi prioritas, dengan fokus pada penguatan kapasitas, integrasi digital yang lebih matang, dan reformasi kelembagaan untuk memastikan pengawasan pemilu yang lebih profesional, akuntabel, dan berintegritas.
Sebagai informasi, peserta kegiatan ini dihadiri oleh pegiat pemilu, mahasiswa dan pelajar.
Penulis dan Foto : M. Yudha Aldino
Editor : Azis Nur Fadillah