Perkuat Fungsi Pengawasan, Bawaslu Usulkan Sejumlah Perubahan dalam UU Pemilu
|
Depok – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) saat ini tengah merancang usulan perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu. Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyampaikan bahwa rancangan tersebut akan diajukan kepada DPR serta dipublikasikan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
“Kami sedang menyusun draft perubahan UU Pemilu, yang nantinya akan kami serahkan ke DPR dan sampaikan juga ke publik. Kami berharap masukan ini bisa menjadi bahan diskusi bersama,” ujarnya dalam Forum Group Discussion (FGD) bertema “Penyelenggara Pemilu: Suara Penyelenggara untuk Perbaikan UU Pemilu” di Jakarta, Kamis (24/07/2025).
FGD yang digelar oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini bertujuan untuk menghimpun masukan dari penyelenggara pemilu terkait revisi UU Pemilu.
Rahmat Bagja memaparkan sejumlah poin penting yang diusulkan untuk direvisi, antara lain terkait penegakan hukum pemilu, kewenangan lembaga penyelenggara, mekanisme penanganan pelanggaran, penyelesaian perselisihan hasil pemilu, penanganan hoaks serta misinformasi, hingga reformasi terhadap kriteria pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam aspek penegakan hukum, Bagja menyoroti perlunya kepastian hukum atas kedudukan Bawaslu dalam sengketa proses pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menyampaikan bahwa selama ini posisi Bawaslu di PTUN masih belum jelas, apakah sebagai saksi atau pihak yang memberikan keterangan, sehingga menimbulkan kebingungan dalam proses persidangan.
Lebih lanjut, ia mendorong agar UU memberikan kepastian mengenai batasan dan penilaian pelanggaran TSM secara kuantitatif dan kualitatif. Menurutnya, Bawaslu selama ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan Mahkamah Konstitusi menggabungkan keduanya. Oleh karena itu, ia menilai penting agar ketentuan ini diperjelas dalam UU.
Bagja juga menekankan perlunya kewenangan Bawaslu untuk dapat menghapus atau merekomendasikan penghapusan konten di media sosial yang memuat pelanggaran atau misinformasi pemilu, misalnya kampanye saat masa tenang. Hal ini menurutnya memerlukan penguatan secara regulatif.
Di samping itu, ia menyampaikan pentingnya pembentukan unit siber terpadu di tubuh Bawaslu. Unit ini diharapkan mampu melakukan deteksi dini terhadap narasi hoaks dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Komuniksi dan Digital, unit siber Polri, dan penyedia platform digital.
"Harapnnya unit tersebut menurunkan (take down) unggahan yang dianggap Bawaslu termasuk hoaks atau missinformasi," ujar Bagja.
Masukan lainnya adalah terkait pengaturan waktu dalam penanganan pelanggaran. Ia mencontohkan, di wilayah kepulauan, keterlambatan dalam penyampaian surat panggilan seringkali menjadi kendala, yang berakibat pada terhambatnya proses penindakan.
Terakhir, Bagja juga mengusulkan agar pemeriksaan in absentia dapat diberlakukan dalam penanganan pelanggaran pada Pilkada, sebagaimana yang telah diatur dalam Pemilu. Hal ini penting mengingat pelanggaran netralitas ASN lebih banyak terjadi di Pilkada, namun banyak ASN yang diduga melanggar justru enggan memenuhi panggilan dari Bawaslu.
Sumber : Bawaslu RI
Penulis : M. Yudha Aldino
Foto : Bawaslu RI
Editor : Azis Nur Fadillah