Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Kota Depok Susun DIM Terkait Rencana Revisi Perbawaslu No.26 Tahun 2018

Bandung (10/2/22), Anggota Bawaslu Kota Depok Andriansyah, S.HI menghadiri Rapat Evaluasi Pelaksanaan Produk Hukum Terkait Rencana Revisi Perbawaslu tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Badan Pengawas Pemilihan Umum, yang diikuti oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Hadir Yusup Kurnia, Anggota Bawaslu Jabar dan Witra Evelin Sinaga, Kabag Hukum Bawaslu RI.

Dalam rapat tersebut, Bawaslu Kota Depok menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) Perbawaslu Nomor 26 Tahun 2018. Dalam hal ruang lingkup, Bawaslu Kota Depok memaparkan permasalahan regulasi dan melakukan analisa hukum serta menyusun rekomendasi pada Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 3 ayat (2) huruf g, Pasal 4 ayat (1). Sementara dalam hal pelaksanaan pemberian bantuan hukum, Bawaslu Kota Depok melakukan analisa hukum dan memberi rekomendasi pada Pasal 6 huruf C.

Yusup Kurnia dalam sambutannya mengatakan bahwa, rapat evaluasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kondisi yang terjadi di kabupaten/kota dalam hal advokasi pengawas pemilu. "Kita ingin melihat bagaimana sesungguhnya positioning dalam konteks alur. Peran Bawaslu kabupaten/kota apakah bisa diberi kewenangan. Karena sudah sekian lama hal ini dibutuhkan," kata Kordiv Hukum tersebut.

Lebih lanjut, ia menginginkan pengawas perlu diberi pemahaman yang lebih lengkap mengenai tata cara administri, surat kuasa, hingga membuat kajian. Sementara itu Witra Evelin Sinaga, menyampaikan materi mengenai substansi Perbawaslu yang membahas beberap aspek. Ia menekankan sebagaimana tadi disampaikan oleh Yusup, bahwa ini semata-mata sebagai bentuk perlindungan bagi pengawas pemilu. "Latar belakang mengenai advokasi ini berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2018 dan juga karena ada perubahan regulasi struktur organisasi dan tata kerja sekretariat lembaga bawaslu (Perbawaslu Nomor 1 Tahun 2021," paparnya

Karena baginya ini jelas memberikan perlindungan bagi jajaran pengawas pemilu. Namun, ada beberapa hal seperti kewenangan, ruang lingkup, pihak pemberi pihak penerima, jenis advokasi, mekanisme, hak & kewajiban, serta anggaran yang perlu direvisi untuk disesuaikan dengan kebutuhan Bawaslu. Ia juga mencoba menjelaskan beberapa hal yang dianggap kurang dalam Perbawaslu Bantuan Hukum yang berimplikasi pada efektifitas dan efisiensi advokasi itu sendiri. "Kenapa advokasi tidak bisa dilakukan oleh Bawaslu kabupaten/kota, karena pada tahun 2018 baru dibentuk dan tentunya mempertimbangkan Sumber Daya Manusia (SDM)," kata Witra.

Kemudian ia mengatakan bahwa dalam konteks ruang lingkup, kenapa relawan pemilu tidak diberi bantuan hukum, karena relawan tidak disumpah dan tidak ada tanda tangan fakta integritas. Jenis advokasi, lanjut Witra, khusus untuk DKPP, hukum acaranya tidak boleh mengizinkan untuk diwakili, jadi hanya sebatas mendampingi seperti menyusun dalil di persidangan. Juga kenapa tidak ada template permohonan dan surat kuasa yg baku, karena jika dibuat baku, ketika dilakukan secara cepat, Bawaslu kabupaten/kota akan kesulitan.

Terakhir ia menyampaikan bahwa anggaran bantuan hukum banyak tidak digunakan. Padahal anggaran tersebut bisa dicairkan dalam hal litigasi dan non litigasi. Ligitasi Seperti konsultasi ke provinsi dan dalam proses persidangan.

Tag
Berita
Divisi Hukum Data Dan Informasi