Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Ajak Pemilih Pemula Melek Hak Atas Informasi Lewat Forum Literasi Keterbukaan Informasi Publik Pengawasan Pemilu dan Pemilihan

Literasi

Peserta Forum Literasi Keterbukaan Informasi Publik Pengawasan Pemilu dan Pemilihan saat pembukaan kegiatan di Gedung Science Techno Park (STP), Universitas Indonesia, Kota Depok, Senin (21/07/2025). Foto : M. Yudha Aldino/Humas Bawaslu Depok

Depok — Bawaslu RI terus berupaya memastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dapat terwujud dalam setiap tahapan pemilu. Salah satu caranya adalah dengan memperkuat pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda, mengenai pentingnya akses terhadap informasi publik. Ketika masyarakat memahami hak-haknya, maka penyelenggaraan pemilu pun akan berlangsung lebih terbuka dan partisipatif.

Dengan memiliki literasi yang baik tentang keterbukaan informasi publik, masyarakat termasuk pemilih pemula diharapkan tidak hanya berperan sebagai pemilih pasif, tetapi juga dapat aktif mengawasi jalannya pemilu. Kesadaran inilah yang ingin dibangun Bawaslu melalui kegiatan edukatif yang dikemas dalam Forum Literasi Keterbukaan Informasi Publik Pengawasan Pemilu dan Pemilihan.

Forum ini diselenggarakan oleh Bawaslu melalui Pusat Data dan Informasi Bawaslu RI, dengan melibatkan peserta dari kalangan pemilih pemula, organisasi kepemudaan, dan tokoh masyarakat. Kegiatan berlangsung di Gedung Science Techno Park (STP), Universitas Indonesia, Kota Depok, Senin (21/07/2025).

Dalam sesi pemaparan, Edi Sofwan selaku narasumber menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi dari badan publik. Menurut dosen Universitas Pamulang tersebut, keterbukaan informasi bukan hanya tentang akses data, tetapi juga merupakan landasan untuk meningkatkan partisipasi dan kepercayaan publik dalam penyelenggaraan negara, termasuk dalam konteks pemilu.

“Informasi publik harus dapat diperoleh dengan mudah, cepat, dan biaya ringan. Badan publik, termasuk Bawaslu, wajib menyediakan informasi yang berkaitan dengan kebijakan, laporan keuangan, kinerja lembaga, dan hal-hal lain yang menyangkut kepentingan publik,” jelas Edi Sofwan.

Ia juga memaparkan bahwa informasi publik diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni informasi yang diumumkan secara berkala, diumumkan serta-merta, dan tersedia setiap saat. Di sisi lain, terdapat informasi yang dikecualikan, seperti informasi yang mengandung rahasia pribadi, rahasia negara, atau rahasia bisnis, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam konteks pengawasan pemilu, keterbukaan informasi publik menjadi sangat krusial. Bawaslu, sebagai badan pengawas pemilu, memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi yang mendukung transparansi proses demokrasi. Mulai dari struktur organisasi, kebijakan pengawasan, laporan kegiatan, hingga hasil pengawasan harus dapat diakses masyarakat secara luas. Untuk mendukung hal ini, Bawaslu telah menyediakan sarana publikasi baik secara daring melalui laman ppidapp.bawaslu.go.id maupun lewat kanal media sosial resminya.

Selain itu, peserta forum juga diperkenalkan pada mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik. Proses ini bisa ditempuh melalui jalur non-litigasi seperti mediasi dan ajudikasi di Komisi Informasi, maupun melalui jalur litigasi di pengadilan. Pemahaman tentang prosedur ini penting agar masyarakat mengetahui langkah yang bisa diambil ketika mengalami hambatan dalam mengakses informasi dari badan publik.

Sesi diskusi yang berlangsung setelah pemaparan materi pun berjalan dinamis. Salah satu peserta, Anata, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengangkat isu terkait maraknya penggunaan buzzer oleh peserta pemilu. Ia menyoroti bagaimana praktik ini sering kali melahirkan informasi menyesatkan, bahkan mengandung ujaran kebencian dan hoaks, yang berpotensi memengaruhi persepsi publik secara negatif.

Menanggapi hal tersebut, pemateri menjelaskan bahwa Bawaslu telah memiliki mekanisme penanganan terhadap disinformasi dan ujaran kebencian yang beredar di ruang digital, khususnya yang berasal dari akun-akun peserta pemilu. “Bawaslu melakukan pengawasan siber terhadap akun resmi peserta pemilu atau pilkada yang telah didaftarkan ke KPU. Setiap hari kami melakukan pemantauan menggunakan kata kunci seperti ‘ujaran kebencian’, ‘hoaks’, nama partai politik, hingga nama pasangan calon,” terangnya.

Hasil pengawasan tersebut kemudian dikompilasi dan dilaporkan ke Bawaslu RI. Jika ditemukan konten yang melanggar, informasi itu akan diteruskan ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia untuk kemudian diajukan proses penurunan konten atau take down oleh platform digital yang bersangkutan.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya Bawaslu untuk menciptakan ekosistem informasi pemilu yang sehat, adil, dan bebas dari manipulasi. Pengawasan siber merupakan wujud komitmen Bawaslu dalam menghadirkan pemilu yang bersih dan menjaga ruang digital dari praktik-praktik yang dapat mencederai demokrasi.

Menutup diskusi, pemateri menegaskan bahwa keterbukaan informasi dan literasi digital harus berjalan beriringan. Ia mengajak seluruh peserta, terutama pemilih pemula, untuk tidak hanya menjadi pengguna informasi, tetapi juga turut aktif memverifikasi serta mengawasi arus informasi yang mereka terima.

“Pemilu yang berintegritas bukan hanya tugas penyelenggara, tapi juga tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Mari kita manfaatkan hak atas informasi ini untuk mengawal demokrasi secara cerdas dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

Kegiatan ini sekaligus menjadi bukti nyata komitmen Bawaslu dalam mendorong lahirnya pemilih yang cerdas, kritis, dan peduli terhadap kualitas demokrasi. Dengan memahami hak atas informasi publik, generasi muda diharapkan mampu menjadi pengawal demokrasi yang aktif dan berdaya.

edi sofwan

Penulis dan Foto : M. Yudha Aldino

Editor : Azis Nur Fadillah

Tag
Keterbukaan Informasi Publik